Powered By Blogger

Rabu, 07 September 2011

sedikit cerita

p Melihat Kehidupan Penjaga Masjid di Tanjab Barat
Tua Renta, Tetap Bersemangat


    Meski memasuki usia lanjut, A Yani masih tampak semangat dalam menjalani hidup kendati hanya bekerja sebagai penjaga masjid. Dengan sisa tenaganya, lelaki renta ini berusaha keras membersihkan areal masjid yang idealnya dikerjakan lebih dari satu orang ini.


M RUM, KUALATUNGKAL
    BEKERJA sebagai penjaga masjid sudah dilakoni A Yani, warga Desa Bram Itam Kanan, Tanjab Barat ini, sejak 12 tahun lalu. Dengan keterbatasan yang ada dan di usianya yang sudah uzur ini, tidak membuatnya patah semangat dalam mengarungi hidup.
    Bahkan, dalam melakoni tugasnya, lelaki tua ini sudah tiga kali bekerja sebagai penjaga masjid di tempat yang berbeda. Selama bulan puasa lalu, A Yani mengaku dirinya tidur hingga satu sampai dua jam sehari.
    ”Kalau bulan puasa saya jarang istirahat. Sebab, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,” ujar A Yani.
    Mengingat pekerjaan banyak dan batas kemampuannya, A Yani pernah mengusulkan kepada pengurus masjid agar dapat menambah personil untuk dipekerjakan di masjid. ”Saya pernah usulkan untuk penambahan pekerja, mengingat usia saya yang sudah tua dan tidak memungkinkan lagi untuk mengerjaakan semua pekerjaan yang ada,” ucap Yani.
    Dijelaskannya, semua pekerjaan terkait dengan kebersihan masjid baik di dalam dan di luar masjid, ia sendiri yang mengerjakannya sekalipun dalam sebulan ia harus menerima gaji yang masih pas-pasan.
    Untuk kebersihan bagian luar masjid, ia mendapat upah Rp 60 ribu per minggu, sedangkan untuk yang di dalam masjid ia mendapatkan upah Rp 100 ribu perminggu.
    “Dulu ada pekerja lainnya, tapi sekarang saya sendirian. Makanya, saya usulkan penambahan pekerja baru,'' tuturnya.
    Diakuinya, selama bekerja sebagai kaum Masjid Agung Al Istiqomah, banyak memiliki pengalaman suka dan duka. Hal yang paling berkesan yang pernah ia alami, ketika ia mendapati satu keluarga muallaf yang terdampar di Masjid Agung. Satu keluarga asli Medan yang akan bertolak ke Tembilahan kehabisan bekal dan mampir dulu di Masjid Agung.
    ”Banyak suka dukanya bekerja sebagai penjaga masjid, apalagi keluarga muallaf yang terdampat itu anaknya terserang muntaber dan kehabisan bekal untuk menuju ke Tembilahan," jelas lelaki yang mempunyai putra sebanyak 4 orang ini.
    Menurut dia, dirinya merasa prihatin akan nasib keluarga mullaf tersebut, tapi kerena keterbatasan ekonomi, dia tidak bisa membantu. ”Karena saya tidak bisa membantu, sebab waktu itu tidak memiliki uang. Keluarga muallaf itu saya bawa ke rumah salah seorang berada di Kualatungkal,'' jelasnya. 
    Dengan bekal seadanya dan sumbangan dari donatur uang yang terkumpul saat itu jumlahnya mencapai Rp 300 ribu. Malah, salah satu pegawai Kantor LASDAP waktu itu ada yang membantu transport perjalanan menuju Tembilahan secara gratis.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar